Jumat, 02 Oktober 2015

Biografi Jenderal Soedirman


Ketika kecil Jenderal Sudirman dirawat dan dibersarkan dari keluarga yang sangat sederhana. Ayahnya bernama Karsid Kartowiroji dan ibunya bernama Siyem. Ketika masih kecil, Soedirman menimba ilmu di Sekolah Taman Siswa, kemudian melanjutkan ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah di Surakarta, tetapi Soedriman tidak bersekolah hingga tamat. Ketika Soedirman bersekolah, saat itu juga Soedirman giat di organisasi Pramuka Hizbul Wathan. Beliau kemudian menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap. Pada masa pendudukan Jepang, ia masuk menjadi anggota Tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor dan Soedirman menjadi komandan batalyon PETA di Kroya. Soedirman juga sering membela rakyatnya dari kekerasan yang dilakukan oleh Jepang, sehingga dia pernah akan dibunuh oleh tentara Jepang.
Setelah proklamasi dibacakan, Soedirman bersama pasukan PETA dan para pejuang lainnya merebut senjata tentara Jepang di Banyumas. Sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, Soedirman diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat kolonel. Melalui Konferensi TKR tanggal 12 November 1945, Sudirman terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang RI. Kedatangan pasukan Sekutu yang ternyata juga diikuti tentara NICA Belanda menyebabkan timbulnya pertempuran dengan TKR di berbagai tempat. Salah satu pertempuran besar terjadi di Ambarawa. Sudirman memimpin langsung pasukan TKR menggempur posisi pasukan Inggris dan Belanda selama lima hari, mulai tanggal 12 Desember 1945. Pertempuran yang dikenal sebagai Palagan Ambarawa ini berhasil memukul mundur pasukan Sekutu ke Semarang.
Saat terjadi Agresi Militer II oleh Belanda(19 Desember 1948),Yogyakarta sebagai ibukota saat itu pun jatuh ke tangan musuh. Para pemimpin bangsa, seperti Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta ditawan Belanda. Sudirman tetap berjuang dengan cara bergerilya, meskipun saat itu sudah menderita sakit TBC yang parah dan hanya bernapas dengan satu paru saja. Presiden Sukarno pun sebenarnya sudah meminta beliau untuk tetap di Yogya dan berobat, tetapi melihat keteguhan hati Jenderal Sudirman maka Bung Karno pun menyetujui keputusan beliau untuk memimpin langsung gerilya. Perjuangan dengan senjata dan di meja perundingan memaksa Belanda ke perundingan. Setelah Perundingan Roem-Royen yang menetapkan gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia, Jenderal Sudirman kembali ke Yogyakarta dengan disambut Bung Karno, Bung Hatta, dan Sri Sultan HB IX dalam suasana penuh keharuan. Saat itu, Jenderal Sudirman terlihat sangat kurus dan lusuh. Dalam perundingan KMB pada Desember 1949. Belanda kemudian mengakui kedaulatan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar